Haruskah saya berterus-terang
untuk mengatakan bahwa saya merasa ngilu untuk membahas masalah ini. Sebagai
putera asli Aceh tentu memiliki rasa ingin mengulangi sejarah dan tidak pernah
melakukan hal yang telah dilaksanakan itu. Tapi apa lacur nasi telah menjadi
bubur walaupun dimasak terus pun rasanya tetap tidak enak. Tapi biarlah, yang
berlalu telah menjadi sejarah dan sejarah harus diungkapkan agar semua tidak
menjadi fakir-fakir sejarah.
Lalu, setelah perang Aceh melawan
bangsa asing berakhir, Aceh hidup dalam wadah negara republik Indonesia.
Bagaimana bisa? Simak cerita saya selanjutnya!
Dimasa revolusi fisik, Aceh adalah satu-satunya wilayah Indonesia yang tidak pernah dikuasai Belanda.
Ketika lasykar rakyat Aceh terkepung di Sungai Ular, sekitar 3.000 orang Aceh
berangkat ke daerah sekitar Medan dan Tapanuli untuk bergabung dalam kancah
perang yang terkenal dengan sebutan perang “Medan Area”. (Bukan tanpa alasan,
lihat:..) Sejarah mencatat, hampir 1.000 putera Aceh gugur sebagai syuhada
dalam perang ini. Rakyat Aceh juga memberikan hadiah yang sangat berarti bagi
Republik Indonesia untuk menegakkan Indonesia merdeka, seperti menyumbang dua
pesawat terbang Dakota (Seulawah Agam dan Seulawah Dara) dan dana untuk membeli
dua pesawat ini dikumpulkan dari harta rakyat Aceh dari rumah ke rumah.
Sehinggga pada tahun 1948 Presiden Soekarno menyebut Aceh sebagai “daerah
modal” bagi Indonesia.
Ketika Ibukota Republik Indonesia
(Yogyakarta) diduduki Belanda dan Soekarno-Hatta ditawan oleh Belanda, Aceh
menjadi basis utama perjuangan pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),
yang secara de jure berada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Dimasa Indonesia
Serikat (RIS), sidang staf Gabungan Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo pada
tanggal 20 Maret 1949, yang dipimpin oleh Muhammad Daud Beureu-eh, sepakat
menolak ajakan Teungku Mansur untuk bergabung dalam negara federal Sumatera
Utara, menolak memproklamasikan Aceh sebagai negara sendiri dan memilih tetap
menjadi bagian dari Republik Indonesia (Yogyakarta) yang kemudian sangat
disesalinya. Karena itulah Mr. Syrifudin Prawiranegara (mantan kepala PDRI)
saat menjabat sebagai wakil perdana menteri mengeluarkan peraturan Wakil
Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/WKPM/1949 tentang
Pembentukan Provinsi Aceh pada pertengahan 1948.
Sayangnya para penguasa Republik
Indonesia tidak mengerti jiwa dan pengorbanan bangsa Aceh sehingga melakukan
perilaku zalim terhadap bangsa Aceh. Dengan tidak bisa diterima oleh akal sehat
dan tanpa alasan yang jelas, status Aceh sebagai provinsi dicabut dan diganti
dengan keresidenan (kabupaten) dalam provinsi sumatera utara, melalui Peraturan
Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (perpu) nomor 5 Tahun 1950 tentang
pembentukan Provinsi Sumatera Utara, yang ditandatangani oleh Pemangku Jabatan
Presiden RI, Mr. Assaat dan Menteri Dalam Negeri Mr. Soesanto Tirtoprodjo (RI
Yogyakarta). Sesungguhnya inilah sebuah penyesalan dan bibit perang Aceh dua
periode berikutnya dalam melawan ketidak adilan dan kezaliman.
+ comments + 5 comments
Nyan poto bereueh awak publo nangro ngon jabatAn dan puko nyan bijeh bijeh beu ta peu abeh . Saket hate meunyo ta ingat keu kameng nyan di gabung ngon RI tujuan kekuasaan jino rakyAt yang menderita Di tindas lee jawa
Iya, mngkin diantara yg lain ada yg sependapat dgn sdr. Memang ketidakpuasan pasti akan selalu ada dan kerap mninggalkan luka. Manipulasi poltik atau kecurangan politik memang kerap terjadi di Indonesia dr jaman pnjajahan hingga sekarang, khusus`a di Aceh. Namun, kita hrs menyikapi itu semua secara cerdas, terutama Pemuda-Pemudi Aceh hrs bisa mwujudkan apa yg telah pendahulu kita perjuangkan.
sdr galau senang sy suka sikap kritis Anda tp hrs dng bhs yg sopan. Terimakasih.
Ya betul juga saudara asri jika kita ingat sakit hati. Tp harus kita sikapi dengan bijak.
iya saya jg mrasakan hal yg sama dgn sdr Galau Senang. Tp Aceh tlah damai dan kita wajib mnjaganya sesuai dng MoU Helsinky. Jng lagi mnimbulkn konflik baru di Aceh krn rakyat tlh sngt mnderita. Bukankah demikian? :)
Republik Indonesia sendiri sebenarnya sdh tidak ada.
Lihatlah ketika hasil Pejanjian pasca Agresi Belanda ke 1 :
Indonesia = Jogjyakarta dan 8 Keresidenan.
Apakah itu bukan hasil politik ?
Yaa, setelah itu datanglah Agresi Belanda ke 2, Serangan 8 jam dari Darat Laut dan Udara (operasi Elang / Hawk). Hancur semua. dan dibawa ke perundingan di kapal Renville Konferensi Meja Bundar. Hasil politiknya apa ? RIS
Semua balik lagi mjd indonesia. Stop. Gak usah urus dulu kecurangan2 dan penipuan2 oleh Soekarno, setelah RIS jadi apa jadi apa dan lain-lainnya. dia Penipu Islam. Komunis itu dia. dan sampai sekarang adlah penerus2nya.
Kalo mau bela tanah air, jangan pakai faham2 ajaran yg sudah dipolitisir oleh komunis kenapa? pakai sejarah yang real/nyata ! *maaf tadi sy melihat ada sedikit yg salah* *yakni masih tercetus ungkapan membela RI, walau sedikit.*
Post a Comment