Jangan jadikan COPAS (Copy-Paste) sebagai budaya ! ! !
Pin It

Aceh Kembali Mengangkat Senjata

0 comments


Perang Tidak Hanya Sampai DisiniKepala saya teronggak ke atas sebelum saya menuliskan tulisan saya, seakan mencari jawab atas semua ini, seakan menuntut akan semua kebodohan ini. Mengapa?
Tiga tahun lamanya rakyat Aceh sanggup bersabar menunggu pemerintah mendengarkan aspirasi mereka dan memperhatikan nasib mereka. Akan tetapi, akibat jatuh bangunnya kabinet indonesia dalam waktu singkat menyebabkan masalah Aceh terlupakan begitu saja, sementara pemimpin dan rakyat Aceh telah diakhir kesabaran. Karena inilah, periode perang Aceh jilid II dimulai pada tahun 1953, melibatkan semua semua golongan rakyat Aceh baik langsung maupun tidak langsung. Perang yang dipimpin oleh Tgk. Daud Bereu-eh ini, terkenal dengan sebutan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Aceh. Mengakibatkan 4000 putera Aceh menjadi syuhada.
Untuk menyelesaikan masalah ini, pada tahun 1956 Aceh kembali menjadi Provinsi melalui Undang-Undang otonomi daerah dan Prof. Ali Hasjmy diangkat sebagai gubernur. Komando Resimen TNI di Kutaradja (Banda Aceh) menjadi Komando Daerah Militer Aceh yang kemudian ditabalkan menjadi Kodam I/Iskandar Muda dengan lambang gajah putih, kendaraan kebanggaan Sultan Iskandar Muda. Konsepsi prinsipil yang bijaksana yang dijalankan oleh panglima KDMA dan Gubernur Aceh menghasilkan Ikrar Lam Teh antara RI dan DI/TII untuk menghentikan perang. Kemudian, Wakil Perdana Menteri Mr. Hardi bersama sejumlah pejabat pusat ke Aceh pada tanggal 23 Mei 1959 dan menghasilkan persetujuan, antara lain: aparat DI/TII  diterima dalam Kodam I/Iskandar Muda, rehabilitasi sosial dan ekonomi dan pemberian status Daerah Istimewa kepada provinsi Aceh. Semua butir kesepakatan ini dilaksanakan oleh missi Hardi. Keputusan Perdana Menteri RI No. 1/Missi/1959 tentang pemberian status Daerah Istimewa kepada provinsi Aceh pada tanggal 29 Mei 1959 memberikan status keistimewaan kepada Aceh dalam tiga bidang: agama, peradatan, dan pendidikan. Pada tanggal 17 Agustus 1961 Presiden Soekarno pun mengeluarkan keputusan No. 449 yang memberikan amnesti dan abolisi umum kepada pemberontak (DI/TII dan PRRI/Permesta) yang bersedia kembali ke NKRI.
Sementara kelompok DI/TII Tgk. Daud Bereu-eh baru bersedia turun gunung setelah Panglima Kodam I/Iskandar Muda Kol. M. Jassin selaku penguasa Perang Daerah (Peperda) mengeluarkan keputusan Peperda No. KPTS/Peperda-061/26/1962 tentang kebijakan Pelaksanaan Unsur-Unsur Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh.
Pada saat ini pula dibangun Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry (IAIN Ar-Raniry). Sebagai jantong hatee rakyat Aceh. Dan pada saat ini pula rakyat Aceh boleh berbangga diri atas jerih payah yang mereka rintis dengan mengorbankan nyawa dan harta. Akan tetapi kebanggaan itu sirna dalam sekejab ketika status Daerah Istimewa dan Peperda adalah bualan semata. Perda No. 1 Tahun 1963 tentang pelaksanaan Syiar agama Islam dalam Daerah Istimewa Aceh tidak disetujui oleh pemerintah pusat, padahal karena perda inilah DI/TII di bawah pimpinan Tgk. Daud Beureu-eh mau turun gunung. Pada saat yang sama, peraturan pelaksanaan dari keputusan Missi Hardi juga tidak pernah muncul dan tidak pernah dibuat oleh pemerintah pusat, sehingga Aceh tidak mempunyai pegangan dalam pelaksanaan keistimewaannya, antara yang boleh dengan yang tidak boleh.
Pertanyaannya adalah, kegilaan apa yang menimpa pemerintahan pusat pada saat itu sehingga mengibuli, mengerjai, menzalimi rakyat Aceh sedemikian rupa? Dosa apa yang telah dilakukan oleh rakyat Aceh sehingga pusat sedemikian rupa memperlakukan rakyat Aceh. Padahal, nyawa dan harta telah dikorbankan oleh masyarakat Aceh untuk kemerdekaan Indonesia. Maka dari ini semua Perang Aceh Jilid III segera dimulai.



Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2013. Nanggroe Aceh - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger
DMCA.com