Jangan jadikan COPAS (Copy-Paste) sebagai budaya ! ! !
Pin It

Macam-Macam Karya Sastra Aceh

0 comments

Macam-Macam Karya Sastra Aceh
Nanggroe Aceh - Karya Sastra Aceh telah memiliki perkembangan yang begitu pesat meski di negeri ini masih terseok-seok. Sastra Aceh berkembang mulai ke 9 dari berbagai macam jenis karya sastra. Namun baru dikenal dunia pada abad ke 14 setelah proses penyalinan semua naskah sastra yang awalnya hanya ditampilkan secara lisan dan berkembang secara lisan juga. Masa yang telah dilalui begitu panjang namun hanya sedikit sejarah yang mencatat perkembang Macam-Macam Karya Sastra Aceh. Sejarah hanya pernah mencatat manuskrip sejarah Raja-Raja Pasai yang menjelaskan tentang deskripsi Kerajaan Samudera Pasai secara keseluruhan serta Kerajaan Aceh Darussalam. Kini semua manuskrip yang berisikan tentang fiqh, sejarah, ilmu keperawatan, hukum dan adat budaya ini terancam hilang selamanya karena tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Aceh sendiri (lihat infonya disini "Ratusan Naskah Kuno Aceh Dibiarkan Telantar"). Padahal jika ini dipelihara dengan baik Aceh akan menjadi pusat rujukan dunia tentang islam dan sastra islam.

Semua ini tidak dapat terbantahkan sebab Aceh adalah tempat dimana Islam di nusantara lebih dulu berdiri dan berkembang. Karya-karya ulama Aceh yang berupa naskah-naskah kuno akan menjadi referensi lengkap bagi keilmuan Islam, budaya dan sastra. Dari negeri Serambi Mekkah inilah permulaan abad pembaharuan bagi sastra-sastra melayu, karena sastra Aceh lebih dulu mengenal cabang-cabang sastra atau genre sastra, baik itu sastra klasik maupun  modern.

Macam-Macam Karya Sastra Aceh


Inilah ciri-ciri umum karya sastra klasik Aceh yang bersifat  sama dengan ciri sastra lama yaitu:
  • bersifat anonim (tidak memiliki nama pengarang)
  • bercorak ragam lisan diceritakan dan dibicarakan dari mulut ke mulut
  • bersifat turun temurun antar generasi ke generasi
  • jika berupa puisi unsur ritma dan sajak lebih dominan.

Dalam ikon puisi lama menurut Razali Cut Lani dalam karyanya berjudul Kesusastraan Aceh, dikenal beberapa jenis sastra classic yaitu: Hadih maja (peribahasa atau petuah), neurajah (mantra), hiem (teka-teki), dan panton (pantun). Semua genre sastra tersebut merupakan jenis sastra tertua dalam sejarah perkembangan sastra Aceh. Untuk lebih jelas tentang Macam-Macam Karya Sastra Aceh akan dibahas secara detail sebagai berikut:

Hadih Maja (Peribahasa Atau Petuah)

Dalam tradisi masyarakat Aceh narit maja berfungsi sebagai pengendalian pranata sosial (control sosial) dan sebagai sarana penyampaian pesan moral.
Dalam narit maja juga mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. Seperti terdapat dalam narit maja berikut: hana patot aneuk murid lawan gure/ nyo kon seude teunte gila. Terjemahan bebasnya adalah tidak patut seorang murid melawan gurunya, kalau tidak senu tentu gila. Demikianlah peribahasa Aceh sarat dengan nilai-nilai keagamaan. Agar lebih jelas mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam narit maja, baca:
Kita ambil salah satunya sebagai contoh perdagangan dalam narit maja. Misalnya terdapat dalam hadih maja berikut:
Tulak tong tinggai tem. Artinya: "dorong tong, tinggal kaleng. Dalam peribahasa ini mengandung pengertian bahwa dalam usaha dagang–jual beli–setelah diperkirakan laba rugi dalam hal ini tidak ada yang diuntungkan, tetapi hanya mencukupi modal saja."

gop pajoh boh panah/ tanyo yang meugeutah. Artinya: "orang yang makan nangka, kita yang bergetah. Orang lain yang berbuat salah kita yang mendapat efek dari kriminalitas tersebut. Dalam tulisan ringkas ini saya tidak merincikan satu persatu narit maja tersebut, karena itu tugas pribadi anda dirumah."

Untuk lebih lengkapnya Anda bisa lihat di DISINI !!!

Neurajah (Mantra)


Neurajah merupan jenis sastra tertua setelah hadih maja. Jika ada orang yang bertanya siapakah pemilik puisi jenis mantra ini?. Maka jawabannya adalah pawanglah yang menjadi penyair genre mantra, karena pada mulanya pawang mengucapkan mantra-mantra untuk menjinakkan harimau, gajah, tawon, dan debus. Mantra sering dipakai dalam acara debus yang sangat ekstrim, lihat video debus di bawah ini:

Hiem (Teka – Teki)

Masyarakat Aceh dalam keseharian sering kumpul bersam sanak keluarga dan kerabat untuk berteka-teki sejenak. Teka-teki dalam masyarakat Aceh selain sebagai hiburan juga menjadi arena asah otak, karena dalam teka-teki juga mengandung unsur pendidikan. Walaupun unsur humor lebih dominan. 

Panton (Pantun)


Bagian terakhir dari puisi classic Aceh adalah pantun. Puisi empat baris yang terdiri atas sampiran dan isi. Baris pertama dan kedua disebut sampiran. Baris ke empat dan lima namanya isi. Panton Aceh dan pantun Indonesia memiliki ciri-ciri sama. Bersajak ab, ab. Sama halnya dengan hadih maja, neurajah, dan hiem yang sebenarnya juga terdapat dalam konteks ke-indonesia-an sastra. Cuma dalam tulisan ini saya hanya membicarakan dalam corak sastra ke-Aceh-an.
Contoh pantun:
limong limong kapai jitamong

dua go limong kapai jibungka/

nyo hantrok lon cot ngon reunong

nyan bungong lon pupo geulawa
Artinya adalah : "lima lima kapal masuk, dua kali lima kapal berangkat, kalau tak bisa saya ambil pakai galah, ini bunga akan saya lempar supaya jatuh kepelukan saya." 
Pantun perjuangan untuk meraih dan menaklukkan hati wanita idaman. Dari segi umur pemakai terdapat bermacam jenis pantun seperti pantun anak-anak, pantun remaja, dan pantun dewasa. Berdasarkan manfaat dan kondisi pemakaian dikenal pantun nasehat, pantun jenaka, dan pantun kaulamuda. Dalam genre ini saya menambahkan satu lagi dari puisi lama yaitu ca'e atau syair. 

Ca'e atau syair adalah jenis puisi liris


Sementara itu dalam ikon genre prosa lama di Aceh dikenal dengan prosa liris (hikayat), legenda, fabel, haba jameun (cerita rakyat).

  • Hikayat adalah jenis prosa lama walaupun ada juga pakar sastra yang menyatakan bahwa hikayat itu jenis puisiliris, karena tipografinya seperti syair dan bersajak.

Jika dilihat dari unsur intrinsiknya hikayat lebih cocok disebut prosa. Mengingat dalam hikayat lebih dominan ditunjang oleh setting (latar), tokoh, watak (karakter), konfliks dll. Umumnya hikayat bersifat istanasentris, dan cerita raja-raja. Namun ciri utama hikayat adalah anonim (tidak memiliki nama pengarang) seperti umumnya sastra lama lainnya. Ada juga beberapa hikayat yang memiliki nama pengarang seperti hikayat
Prang Sabi karya Teungku Syiek Pantee Kulu. Namun dalam tulisan ini saya tidak merujuk kepada ciri umum hikayat. Di Aceh sarat akan hikayat warisan indatu misalnya : hikayat Raja-Raja Pasai, dan hikayat Malem Diwa.

  • Legenda adalah jenis cerita turun temurun bercerita tentang asal usul suatu geografis (asal nama daerah, asal mula sebuah pulau dan sebagainya).

Legenda Ahmad Rhamanyang yang menjadi pulau batu di Aceh Besar atau hampir sama dengan legenda si anak durhaka Malin Kundang di Padang, Sumatera Barat, legenda Paya Terbang, legenda Raja Bakoi (di Aceh Utara), legenda Puteri Pukes, legenda Loyang Koro, legenda Batu Belah (di dataran Tinggi Gayo, Takengon), dan legenda Tapak Tuan (di Aceh Selatan).
  • Fabel adalah cerita yang ditokohkan oleh binatang.

Jikapun melibatkan tokoh manusia, namun tokoh binatang dalam cerita fabel lebih dominan. Dalam fabel binatang menjadi aktor utama walaupun tanpa disutradarai oleh manusia cerita tepat berjalan sukses. Karena memang demikianlah sebuah fabel dikisahkan. Banyak cerita fabel yang berkembang di Aceh, seperti cerita kancil, miriek ngon tulo, rhimueng dan lain-lain.
 
  • Haba Jameun (cerita rakyat) adalah kabar zaman yang diriwatkan dari mulut kemulut. Secara turun temurun.

Jika ada cerita rakyat yang terkumpul dalam sebuah buku itu bukanlah milik penghimpun. Melainkan milik semua masyarakat dimana cerita rakyat tersebut berkembang. Sebagai penghargaan kepada penghimpun cerita ini disebut sebagai penyusun atau editor buku tersebut. Seperti kumpulan Kabar Zaman Dari Aceh karya LK. Ara (seorang seniman dan budayawan Aceh ). Cerita rakyat yang terkumpul dalam buku tersebut adalah milik masyarakat Aceh. Tetapi LK.Ara sangat berjasa dengan menerjemahkan cerita rakyat Aceh ke dalam Bahasa Indonesia.
Macam-Macam Karya Sastra Aceh
  
Dalam kehidupan sosial dan berumah tangga haba jameun ini identik dengan dongeng kepada anak-anak atau semua cerita-cerita zaman dahulu yang bersifat fiksi maupun fakta yang kembali diceritakan oleh orang tua kepada Anaknya sebagai i`tibar atau contoh agar bisa menilai hidup ini dengan benar dan selalu dalam jalan yang telah diterangkan oleh Rasulullah SAW.

Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2013. Nanggroe Aceh - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger
DMCA.com