Sejarah Aceh - Selama kepemimpinan Teuku Umar, beberapa mukim yang
memiliki kekuatan pasukan yang besar berhasil ditaklukkan. Rasanya tidak cukup
sampai disitu Teuku Umar membentuk persekutuan dengan seorang ulama besar Teungku
Kutakarang yang berdomisili di mukim XXV Mukim. Rupanya Teungku
Kutakarang tidak suka dengan pajak sabil (pajak perang) yang diterapkan
dikawasannya oleh anak dan pengikut Teungku Chik Hasan Di Tiro, dan dengan
kapasitasnya Teungku Chik Kutakarang berfatwa bahwa melakukan perlawanan
terhadap Teuku Umar bukan bagian dari perang fisabilillah. Fatwa itu
dikeluarkan demi menjaga persekutuan keduanya. Akhirnya para pejuang Aceh pun
dengan setengah hati berperang melawan Teuku Umar yang berkhianat.
Namun persekutuan itu tidak
berjalan lama karena Teungku Chik Kutakarag meninggal dunia. Hal ini membuat
Teuku Umar resah, kedudukan Teuku Umar menjadi goyah karena pejuang Aceh telah
kembali menyerukan perang terhadapnya. Sehingga ia mengambil tindakan dan
tujuan jangka panjang dengan mengajukan proposal untuk menaklukkan Benteng Lam
Krak yang dikuasai oleh pejuang perempuan Aceh. Belanda segera menyetujui
proposal itu, dan Teuku Umar beserta pasukannya mendapatkan perlengkapan berupa
880 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg peledak dan uang tunai 18.000
dollar. Karena menurut Van T. Veer dalam bukunya yang berjudul “Perang Aceh”
diterbitkan oleh Grafitti Press, Teuku Umar mempunyai ambisi untuk menjadi
Sultan Aceh dan ambisinya dapat diwujudkan dengan cara ia bergabung dengan
Belanda. Hal inilah yang sebenarnya membuat protes Cut Nyak Dhien begitu keras,
dan juga tidak mungkin Belanda bisa ditipu berkali-kali, karena sebelumnya
Teuku Umar pernah beberapa kali menyerahkan diri dan membelot dari Belanda.
Akan tetapi pejuang Aceh selangkah lebih maju dari Teuku
Umar, entah dari mana proposal yang diajukan olenya diketahui oleh pejuang
Aceh. Sehingga pejuang Aceh membuat perang urat saraf dengannya dengan
menyebarkan ramalan bahwa Teuku Umar akan tewas dalam penyerangan benteng Lam
Krak. Tentu saja, sang Panglima Besar Nedherland Teuku Umar menjadi terkejut
setengah mati, mendengar ramalan itu dan juga proposalnya yang dapat diketahui
oleh para pejuang. Sebagai seorang putera Aceh yang muslim Teuku Umar galau
bukan kepalang, dia berfikir keras bagaimana kejadiannya jika ia mati sebagai
pembela kaphe Belanda dan membantai saudara-saudaranya sendiri tentu saja ia
akan mati menjadi kafir dan akan dikenang selamanya oleh anak cucu bangsa Aceh.
Selain itu istrinya telah menganggapnya sebagai seorang pengkhianat dan terus-menerus
melakukan protes. Akhirnya, dengan keislaman Teuku Umar insaf dan kembali
membelot dari Belanda dan kembali bergabung dengan pejuang Aceh dengan membawa
lari semua isi dalam proposal Lam Krak. Belanda tentu saja kebakaran jenggot,
dikhianati berkali-berkali membuat pemerintah Belanda memerintahkan pasukan
khusus Marsose untuk memburu Teuku Umar yang akhirnya syahid oleh sergapan
pasukan Marsose pada 11 Februari 1899.
Seperti itulah kebenarannya Anthony Reid, seorang peneliti dari Inggris juga mengungkapkan hal serupa dalam penelitiannya terhadap pembelotan Teuku Umar kepihak Belanda. Semua itu agak sedikit membantah kesimpang siuran catatan sejarah tentang Teuku Umar yang berpura-pura membelot untuk kepentingan perjuangan masyarakat Aceh. Hal ini juga yang membuktikan
mengapa iman itu sangat dibutuhkan, dikala tahta dan harta telah mencengkram
begitu kuat. Jika Cut Nyak Dhien dan pejuang Aceh tinggal diam dengan tingkah
Teuku Umar, maka sungguh malu anak cucu Aceh melihat sejarah yang buram penuh
dengan sikap-sikap oportunis dan pengkhiatan. Maka, pada hari ini anak cucu bangsa Aceh mengambil kesimpulan bahwa Teuku Umar adalah sosok pengkhianat yang insaf.
Sekedar informasi, entah kebetulan
atau tidak jumlah senjata yang dibawa lari oleh Teuku Umar sebanyak 880 pucuk
sama dengan jumlah senjata yang diserahkan oleh GAM kepada AMN pasca damai
Aceh. Wallahu`alam.
Post a Comment