Nanggroe Aceh - Ajaran sesat memang kerap terjadi
di Aceh sejak masa penjajahan Belanda dulu hingga sekarang. Baru-baru ini kasus
ajaran sesat terjadi di Kecamatan Peulimbang Bireuen yang berakhir dengan bentrokan
antara masyarakat dan kelompok ajaran sesat. Ajaran sesat yang dibawa oleh tgk
Ayyub Syahkubat (47 tahun) ini telah lama meresahkan masyarakat Peulimbang
terutama mereka yang hidup disekitar tempat kelompok ajaran sesat itu. Warga
masyarakat telah mewanti-wanti tgk Ayyub agar tidak menyebarkan ajaran sesat
ini kepada masyarakat dan juga mereka telah melaporkan kegiatan tgk. Ayyub
beserta pengikutnya kepada MPU Aceh dan Polsek setempat, bahkan MPU telah
mensidangkan tgk Ayyub beserta pengikutnya namun mereka tetap melakukan
kegiatan mereka hingga terjadinya bentrokan antara warga dengan mereka. Dalam
bentrokan itu tiga orang meninggal dan sepuluh orang lainnya kritis.
Seperti yang dikatakan oleh
Kapolres Bireun kelompok tgk Ayyub ini mempersenjatai diri untuk melindungi
diri mereka dari masyarakat. Mereka mematikan lampu dan menunggu masyarakat
yang akan datang kerumah tgk Ayub atau tempat dimana mereka beraktifitas.
Ketika warga masyarakat datang mereka langsung menyerang warga dengan senjata
tajam yang berupa golok dan pedang hingga warga mundur, namun tidak lama
kemudian warga kembali menyerang hingga berakhir dengan meninggalnya tgk Ayyub
beserta pengikutnya yang hangus dibakar massa beserta rumah dan beberapa
kendaraan roda dua dan empat yang juga ikut dihanguskan oleh masyarakat.
Hal yang muncul kepermukaan
adalah arogansi masyarakat yang bertindak diluar jalur hukum namun jika kita
mengkaji kasus ini dengan jelas, maka masyarakat berada pada posisi yang benar.
Tindakan masyarakat itu telah benar, mereka telah memberhentikan ajaran sesat
ini hingga tidak menyebar dan membesar. Pihak yang betanggung jawab terhadap
masalah ini tentu saja pihak kepolisian yang lalai melindungi warga negara atau
terkesan sepele menanggapi masalah ini. Patut untuk diketahui bahwa ajaran
sesat itu jelas melanggar hukum atau melakukan pelanggaran hukum kelas berat
karena telah menodai agama, bangsa dan negara bukan malah melanggar HAM jika
menindak penyebar dan pengikut ajaran sesat ini. Dalam hal ini kredibilitas MPU
juga patut dipertanyakan karena tidak berhasil menyelasaikan ajaran sesat ini
sehingga timbul masalah yang berakhir dengan bentrokan dan menimbulkan korban
jiwa. Bahkan MPU pun tidak mempublikasikan ke khalayak ramai tentang adanya
ajaran sesat ini sehingga masyarakat tidak tahu dan tidak bisa menilai tentang
ajaran yang mereka bawa. Dan menimbulkan tanda tanya besar dalam diri
masyarakat tentang benar dan tidaknya ajaran sesat ini. Bahkan masyarakat bisa
saja memahami bahwa ajaran sesat yang diajarkan oleh mereka sama sekali tidak
sesat karena mungkin saja mereka telah belajar pada kitab-kitab yang lebih
tinggi.
Dimasa silam Aceh berhasil
menumpaskan ajaran sesat Millata Abbraham, yang telah merekrut anggota yang
lumayan banyak termasuk diantaranya adalah mahasiswa IAIN Arraniry Banda Aceh
dan dosen-dosen dibeberapa perguruan tinggi di negeri ini, namun mengapa
ajaran-ajaran sesat lainnya dengan mudahnya timbul dan menyebar faham aneh
mereka kepada masyarakat baik dari golongan muda hingga dewasa.
Hal yang perlu kita sadari adalah
Masyarakat Aceh telah kehilangan jati diri dan sistem pendidikan juga mempengaruhi perkembangan ajaran sesat di Aceh. Masyarakat Aceh dulu begitu akrab
dengan kitab-kitab dan dayah beserta ulama-ulamanya sehingga mereka paham
antara yang benar dan yang salah. Namun, sekarang masyarakat Aceh belajar agama
dari buku-buku yang ditulis oleh orang dengan latar belakang pemahaman agama
yang patut dipertanyakan atau tidak sesuai dengan faham yang orang Aceh anut
pada umumnya. Dengan kata lain, Aceh harus kembali ke asal dengan Syariat Islam
sebagai sumber hukum dan kaidah-kaidah Islam yang wajib dipahami oleh seluruh
generasi Aceh ini. Mungkin itu satu-satunya alasan yang bisa menghambat
ajaran-ajaran sesat, kristenisasi dan pedangkalan aqidah. Harapan untuk kita
semua adalah sistem pendidikan agama harus bisa dilaksanakan di
instansi-instansi pendidikan di Aceh agar kita bisa memahami bahwa pendidikan
agama kita masih kurang dan perlu peningkatan. Wallahu`alam Bishawab.
sumber gambar:
mpunad.wordpress.com
Post a Comment