Nanggroe Aceh - Perang Cumbok dalam catatan Sejarah Aceh adalah perang yang terjadi pada tahun 1946 hingga 1947 dan
berpusat di Pidie, timbul karena adanya kesalahan peran dan tafsir dari
kaum ulama dan Uleebalang (kaum bangsawan) terhadap proklamasi
Indonesia, 17 Agustus 1945. Bagi kaum ulama, proklamasi ini
berarti telah berakhirnya kezaliman yang sudah lama dialami bangsa
Indonesia, khususnya Aceh dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sementara,
sebagian pihak lain dari kaum bangsawan melihat larinya Jepang harus
diganti dengan Belanda sebagai upaya untuk memulihkan kekuasaan
tradisional mereka yang sebagian besar telah diminimalkan Jepang dan besar
ketika Belanda berkuasa. Namun yang perlu diperhatikan dari peristiwa ini adalah lekatnya pengaruh intelijen Belanda dalam memporak-porandakan bangsa Aceh. Ulama dan Uleebalang merupakan satu kekuatan politik di Aceh, mereka sama-sama bergerak dalam memperjuangkan Aceh dari penjajahan. Belanda berniat menghancurkan Aceh dengan mengacaukan pola pikir kedua pimpinan politik ini.
Perang Cumbok tragedi perang saudara dalam catatan sejarah Aceh ini di mulai ketika Ulama Aceh dipimpin Teungku Daud Beureueh dengan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), melihat proklamasi sebagai yang harus dimaknai secara nyata di Aceh. PUSA didirikan atas musyawarah ulama untuk mempersatukan pola pikir para ulama, dalam perkembangannya PUSA menjadi motor yang menggerakkan berbagai konflik dalam sejarah Aceh, termasuk dalam peristiwa Perang Cumbok. Sebagian warga Aceh pro Ulee Balang memplesetkan PUSA sebagai pembunuh Uleebalang Seluruh Aceh. Tidak semua Uleebalang ingin Belanda kembali dan berkuasa.
Proklamasi hanya menjadi momentum puncak untuk terjadinya konflik antara ulama dan Uleebalang di sekitar Pidie. Akhirnya, Uleebalang dipimpin Teuku Keumangan dengan Panglimanya T. Daud Cumbok dan perlawanan rakyat dipimpin Daud Beureueh dengan panglimanya Husin AL-Mujahid. Dalam perlawanan, pasukan Cumbok bahkan telah menguasai kota Sigli, Pidie. Namun penguasaan itu tidak berlangsung lama karena adanya mobilitas perlawanan rakyat yang dilakukan ulama mengakibatkan pasukan Cumbok terpaksa kembali ke markas di Lamlo atau kota Bakti. Sesampai di Lamlo, pasukan Cumbok digempur pasukan rakyat dan pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas pada Januari 1946. Teuku Daud Cumbok ditangkap dan dihukum mati, sementara harta peninggalan para Uleebalang dikuasai kaum Ulama.
Perlu untuk diketahui bahwa tidak seluruh kaum Ulee Balang bersikap sama dengan kaum Ulee Balang yang di Pidie ini, banyak kaum-kaum Ulee Balang lainnya di Aceh berasal dari kaum ulama dan intelektual di Aceh. Meskipun mereka bekerja dengan Belanda, namun hati dan jiwa mereka tetap untuk rakyat Aceh di mana mereka bertugas. Untuk memahami perang Cumbok ini lebih dalam kita harus bisa memahami teori konspirasi Perang Cumbok ini terlebih dahulu atau mempelajari sejarah Aceh semaksimal mungkin.
Perang Cumbok tragedi perang saudara dalam catatan sejarah Aceh ini di mulai ketika Ulama Aceh dipimpin Teungku Daud Beureueh dengan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), melihat proklamasi sebagai yang harus dimaknai secara nyata di Aceh. PUSA didirikan atas musyawarah ulama untuk mempersatukan pola pikir para ulama, dalam perkembangannya PUSA menjadi motor yang menggerakkan berbagai konflik dalam sejarah Aceh, termasuk dalam peristiwa Perang Cumbok. Sebagian warga Aceh pro Ulee Balang memplesetkan PUSA sebagai pembunuh Uleebalang Seluruh Aceh. Tidak semua Uleebalang ingin Belanda kembali dan berkuasa.
Proklamasi hanya menjadi momentum puncak untuk terjadinya konflik antara ulama dan Uleebalang di sekitar Pidie. Akhirnya, Uleebalang dipimpin Teuku Keumangan dengan Panglimanya T. Daud Cumbok dan perlawanan rakyat dipimpin Daud Beureueh dengan panglimanya Husin AL-Mujahid. Dalam perlawanan, pasukan Cumbok bahkan telah menguasai kota Sigli, Pidie. Namun penguasaan itu tidak berlangsung lama karena adanya mobilitas perlawanan rakyat yang dilakukan ulama mengakibatkan pasukan Cumbok terpaksa kembali ke markas di Lamlo atau kota Bakti. Sesampai di Lamlo, pasukan Cumbok digempur pasukan rakyat dan pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas pada Januari 1946. Teuku Daud Cumbok ditangkap dan dihukum mati, sementara harta peninggalan para Uleebalang dikuasai kaum Ulama.
Perlu untuk diketahui bahwa tidak seluruh kaum Ulee Balang bersikap sama dengan kaum Ulee Balang yang di Pidie ini, banyak kaum-kaum Ulee Balang lainnya di Aceh berasal dari kaum ulama dan intelektual di Aceh. Meskipun mereka bekerja dengan Belanda, namun hati dan jiwa mereka tetap untuk rakyat Aceh di mana mereka bertugas. Untuk memahami perang Cumbok ini lebih dalam kita harus bisa memahami teori konspirasi Perang Cumbok ini terlebih dahulu atau mempelajari sejarah Aceh semaksimal mungkin.
+ comments + 5 comments
Keren,baca juga di seur4moe
isinya sudah di netralisir, meskipun peristiwanya benar tapi isinya sudah di politisir
Mungkin yang nulis artikel ini keturunan ampoen ya? :-D
Lalu isi yang benar apa?
Daud Beureueh Yang Baik dan manis ya?
Hebat juga para Pro China Daud Beureueh dibela, kaum ahok juga mereka yang bela china
Info yg kta beeikan sebaiknya ada rujukan dari mana info tsb agar pembaacanya yakin bahwa info tsb bukan karangan. Sebagai pwrbandingan https://tengkuputeh.com/2013/06/18/perang-cumbok-sebuah-revolusi-sosial-di-aceh-1946-1947/?amp_markup=1
Post a Comment