Jangan jadikan COPAS (Copy-Paste) sebagai budaya ! ! !
Pin It

Upacara Adat Perkawinan di Aceh Utara I

0 comments

Upacara Adat Perkawinan Aceh Utara


Nanggroe Aceh - Adat istiadat atau budaya adalah bukti dari nilai keluhuran bangsa dan juga bagian dari pola pikir masyarakat. Di Aceh juga terdapat banyak suku bangsa, seperti: Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo, Kluet, Simeulu, Singkil, dan Tamiang. Tentu hal ini perlu dikaji oleh generasi penerus secara kritis tentang alasan atau sebab-musababnya dan referensi dari adat istiadat itu sendiri, terlebih para generasi muda di era globalisasi yang mewarisi dan kewajiban untuk melestarikannya. Dari segi historis Aceh sangat strategis untuk tempat persinggahan bangsa-bangsa asing, bahkan teritorial Aceh merupakan jalur perdangangan internasional. Tentu, banyak orang Asing meninggalkan jejaknya di Aceh dan menyebarkan pemahamannya di Aceh. Terutama bangsa Arab dan India tidak terkecuali bangsa eropa. Tentu ada evolusi budaya dalam seluk beluk masyarakat Aceh dan tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Ini terlihat dari struktur budaya dan agama yang dianut oleh masyarakat Aceh yang seratus persen Muslim kecuali warga asing yang lama menetap seperti orang Cina yang Tionghoa atau Kristen. Melihat situasi historis, keberagaman dan aspek masyarakat Aceh yang seratus persen memeluk Islam. Timbul pertanyaan, adakah implementasi hukum Islam dalam pelaksanaan adat istiadat dalam masyarakat Aceh, terlebih dalam masalah adat perkawinan.

A. Adat Sebelum Perkawinan Dalam prosesi adat perkawinan masyarakat Aceh pada umumnya sangat kental dengan keIslaman,”Hukom ngen adat lagee zat ngen sipheuet”, Sehingga hukum adat dengan hukum Islam dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-sehari, begitu juga dengan adat di kota Lhokseumawe.


1. Memilih Jodoh. Sesuai dengan hadist Rasulullah menganjurkan untuk menikahi seorang perempuan berdasarkan 4 hal, yaitu: (a) Karena hartanya: agar istri dapat meringankan beban keluarga dan terhindar dari iri hati terhadap orang lain.(b) Karena kecantikan: agar rasa cinta tidak akan pernah luntur. (c) Karena keturunan: agar tidak memilih pasangan dari keturunan yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. (d) Karena agamanya: agar semua kriteria diaatas dapat terselamatkan dengan imannya yang kuat.


2. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh. Maksudnya adalah masyarakat Aceh di kota Lhokseumawe sangat tabu untuk menikah dengan gadis sekampungnya, pada umumnya pemuda di kota ini menikah dengan gadis-gadis di luar daerah begitu pula sebaliknya. Bisa dikatakan jika keturunan mereka nanti adalah blasteran. Tentu mengenai hal ini masyarakat di Lhokseumawe tidak menikah dengan yang bukan agama Islam dan juga menikah dengan saudara/i senasab sesuai dengan hukum Islam, walaupun dalam Islam menikah dengan sepupu diperbolehkan akan tetapi masyarakat di kota ini sangat jarang melakukannya. Masyarakat di kota ini lebih memilih pasangan yang setara dengannya, dalam kedudukan ekonomi maupun pendidikan. Sangat jarang orang yang berpendidikan tinggi memilih pasangan yang hanya tamat SMA dan pemuda di kota ini tidak akan memilih pasangan yang ekonominya lebih tinggi darinya, mereka hanya akan memilih pasangan yang sesuai dengannya dalam segi ekonomi. Ini bertujuan semua bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis dan jauh dari percekcokan, sesuai dengan hukum Islam yang mengharamkan pernikahan jika bertujuan untuk menyakiti pasangannya.


3. Syarat-syarat Perkawinan. (a) Telah dewasa (18-22 tahun), (b)  Sanggup membayar mas kawin atau mahar, (c) Dapat membaca Al-Qur`an dengan lancar (d) Dapat mengerjakan perintah Shalat, begitu juga perintah-perintah Islam lainnyae. Paham mengenai adat sopan-santun dalam pergaulan sehari-hariSehat jasmani dan rohanif. Dianjurkan untuk mengkhatamkan Al-Qur`an terlebih dahulu. Dari semua persyaratan ini tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan anjuran-anjuran dalam Islam, kecuali masalah umur. Dalam Islam dewasa itu ditandai dengan telah datangnya haidh bagi perempuan yang bisa dikatakan umurnya berkisar antara 9 sampai 12 tahun dan dewasa bagi laki-laki ketika berumur 18 tahun. Akan tetapi peraturan dari masyarakat ini sendiri lebih menilai dewasa itu dari segi psikologis, karena bagi mereka menikahkan anak gadis seumur itu malah akan merusak rumah tangga. Dan dalam Islam pun tidak memaksa harus menikah dalam umur yang demikian dan membuat kota ini menjadi istimewa adalah tidak menetapkan berapa jumlah mahar yang harus diserahkan oleh pihak laki-laki yang berbeda dengan suku Aceh pada umumnya, akan tetapi karena rasa idealisme kaum lelaki maka jumlah mahar sesuai dengan predikat sang gadis.


4. Cara Memiliki Jodoh. Para gadis dan pemuda berhak menentukan jodohnya masing-masing sesuai dengan tipenya. Akan tetapi jika mereka belum juga mendapatkan jodoh maka orang tualah yang berperan mencarikan jodoh anak-anaknya. Sesuai dengan hukum Islam yang mengharuskan nikah secara suka sama suka atau tidak ada paksaan.


Artikel ini bersambung ke Upacara Adat Perkawinan di Aceh Utara II



Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2013. Nanggroe Aceh - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger
DMCA.com